Kamis, 17 Maret 2011

Manusia dan Keadilan

Negara ini membutuhkan keadilan untuk bisa menata kembali kehidupan bernegaranya. Dalam berbagai tayangan di televise dapat kita lihat bahwa betapa tidak adanya jaminan kepastian akan hokum dan keadilan dalam berbagai ruang di Negara kita. Contoh kasus yang begitu menraik perhatian kita adalah masalah penahanan mantan Kabareskrim Susno Duadji, terkait kasus arwana yang sebenarnya belum jelas dan tidak perlu untuk dilakukan penahanan. Kasus arwana ini sebenarnya masih terkait dengan terkuaknya kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan. Namun sepertinya polisi lebih memilih untuk menyelesaikan kasus arwana terlebih dahulu, ketimbang Gayus. Bagaimana dengan kasus sejenis yang menyangkut penggelapan pajak dengan rasio yang lebih besar ketimbang Gayus?

Pertanyaan itu semakin menghilang seiring dengan semakin kurang bergemanya kasus ini. Sama dengan kasus Century yang semakin membungkam. Padahal sempat kasus ini menjadi top headline dari semua pemberitaan di setiap media. Apakah selalu begini yang terjadi di Indonesia?Maksud saya, akankah setiap kasus yang booming menjadi pemberitaan di setiap media tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa penyelesaian yang jelas?Mengapa kita tidak pernah tuntas dalam menyelesaikan sebuah permasalahan?

Pertanyaan saya semakin berlanjut bila saya ingat kembali beberapa kasus yang sempat menarik perhatian khalayak, yaitu kasus dimana ada seorang nenek yang terpaksa mencuri cokelat dengan mudahnya langsung dipenjarakan. Lalu ada juga kasus 2 orang lelaki yang terpaksa menginap di penjara hanya karena mencuri semangka. Apakah ini yang disebut adil? Pembenahan seperti apakah yang harus kita lakukan agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan?

Kasus-kasus kecil begitu mudahnya diselesaikan, walaupun terkesan kurang adil, dan berlebihan. Sementara orang-orang dengan kasus yang begitu besar, tidak terselesaikan, bahkan banyak dari mereka yang keburu meninggal sebelum kasusnya diselesaikan. Sepertinya kita membutuhkan pemimpin yang bukan hanya tegas, tetapi bisa mensinergiskan semua kekuatan yang ada, baik dari kekuatan politik, militer, dan kekuatan yang berasal dari aspirasi masyarakat sehingga focus pada pembenahan tidak terpecah. Yang selalu saya lihat adalah, begitu banyaknya kepentingan para elite yang berkuasa sehingga seringkali terjadi tarik menarik kekuasaan, dan politik saling menjatuhkan. Bentuk koalisi yang diadakan hanya sekedar sebagai ajang untuk menarik kekuasaan, bukan sebagai penyatuan kekuatan untuk lebih bersatu. Bukany sebagai penyatuan visi Indonesia. DPR bukanlah pencerminan dari apa yang diinginkan oleh masyarakat, melainkan aspirasi partai.

Mungkin kata-kata saya terdengar klise dan kuno. Tapi memang itulah yang terjadi. Semua kebobrokan moral bangsa kita sebenarnya berawal dari sana. Kebobrokan yang ada diatas telah berakar hingga kebawah sampai-sampai sulit sekali untuk diberantas. Contoh nyata adalah budaya korupsi, yang bukan hanya terjadi di kalangan elite tetapi juga sampai tingkat RT dan RW. Mereka-mereka yang jujur justru dimusuhi bahkan kalau perlu dimutasikan agar tidak mengganggu stabilitas korupsi di pusat.

Mari bersama kita sadari hal itu. Saya sebagai salah satu generasi muda merasa prihatin dan mencoba untuk bersikap adil pada diri saya dan lingkungan saya sebagai wujud ketidak setujuan atas apa yang sedang terjadi di negara kita. Karena saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang begitu rumit. Mungkin dengan menyumbangkan sedikit pemikiran, saya bisa membantu mneyadarkan kita untuk berbuat lebih baik lagi. Buat apa sih kita menumpuk harta yang banyak di muka bumi ini, padahal kehidupan yang abadi ada di akhirat nanti. Apa lagi kita tahu ahwa harta yang kita kumpulkan itu adalah harta haram yang bisa menyeret kita ke neraka. Percayalah bahwa keadilan di muka bumi ini boleh hancur berkeping-keping. Tetapi tidak dengan keadilan oleh Tuhan. Akan dating pada masanya saat itu.Mari kita benahi diri kita menjadi warga Negara yang lebih baik dan patuh terhadap hukum yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar